Operator pelayaran nasional telah menginvestasikan dana mencapai US$1,253 miliar atau setara Rp 14,02 triliun untuk pengadaan kapal penunjang operasi lepas pantai atau offshore dalam negeri dalam kurun waktu 8 tahun terakhir.
Nova A. Mugiyanto, Ketua Bidang Penunjang Operasi Lepas Pantai Indonesian National Shipowners’ Association (INSA), mengatakan investasi itu berupa pengadaan kapal offshore untuk kedua jenis itu sangat signifisikan setelah pemerintah menerapkan azas cabotage yang mengharuskan komoditas domestic di angkut kapal Indonesia.
“ Selain penerapan asas cabotage, kegiatan offshore juga semakin marak seperti kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas nasional,” ujarnya, selasa.
Dalam kurun 8 Tahun, paparnya, pertumbuhan kapal jenis AHT berbendera Merah Putih melesat hingga 1.400% menjadi 45 unit per Juni 2013 di bandingkan dengan 2005 yang hanya tercatat 3 unit. Kapal jenis AHT merupakan armada yang di operasikan untuk kegiatan towing atau menarik barge atau rig bahkan platform lepas pantai di Indonesia.
Untuk kapal offshore jenis AHTS yang berbendera Indonesia hingga Juni 2013 berjumlah 87 unit dari sebelumnya pada 2005 belum ada satu pun yang di miliki oleh operator nasional. Kapal AHTS yakni kapal yang mendukung berbagai kebutuhan barge, rig atau platform lepas pantai.
Secara terperinci, Nova menjelaskan nilai investasi kapal jenis AHT dalam rangka mendukung program asa cabotage sejak 2005 hingga Juni 2013 mencapai US$252 juta ekuivalen Rp 2,82 triliun, sementara investasi untuk kapal AHTS mencapai US$1,001 miliar atau sekitar Rp 11,2 triliun.
Menurutnya, operator kapal nasinal yang tergabung dalam INSA juga tengah menegmabngkan skema kemitraan bisnis dengan investor asing. Kerja sama itu melalui pembentukan perusahaan patunganpengadaan kapal offshore sesuai dengan regulasi pelayaran nasional terkaot penerapan asas cabotage.
MENJANJIKAN
Nova menambahkan prospek bisnis di sector lepas pantrai sangat menjanjikan yang sejalan dengan kebijakan asas cabotage, terlebih penggunaan kapal untuk kegiatan offshore juga masih banyak berbendera luar negeri.
Presentase kapal asing yang beroperasi di sektor offshore dalam negeri tinggal 10%, sementara nasional telah menguasai 90%.
Namun, Nova memaparkan kapal asing masih menguasai nilai kontrak sewa kapal offshore.
Paad tahun ini, katanya , INSA juga mengajak pelaku usaha nasional, terutama kontraktor kontruksi lepas pantai, pelaku usaha pengerukan bawah air untuk mensuskeskan program cabotage atas kapal yang akan habis masa dispensasinya.
Berdasarkan KM 48/2011 tentang Penerapan Asas cabotage Hulu Miga, imbuhnya, pemerintah masih memberikan dispensasi pengoperasian kapal asing untuk kegiatan kontruksi lepas pantai dan pengerjaan bawah air hingga akhir tahun ini.
Selain itu, dispensasi penggunaan kapal asing untuk kegiatan survey migas juga bakal berakhir pada bulan Desember, sementara untuk kapal kegiatan penegboran berakhir Desember 2015.
“Menghadapi itu semua, pelayaran nasional secara umum telah siap dari sisi pengadaan kapal, dan anggota INSA sangat membuka diri dan siap membangun kemitraan dan investasi bersama pelaku usaha di sektor yang akan habis masa dispensasinya,”paparnya.
Sementara itu, coordinator Indonesia Cabotage Advocation Forum (Incafo) Idris H. Sikumbang menilai pelaksanaan azaz cabotage tidak menjadi penghambat investasi asing di sektor maritim.
Asas cabotage yang telah berjalan 8 tahun terakhir, paparnya, secara dinamis mendorong pertumbuhan pelayaran nasional.
Dia menegaskan asas cabotage berdampak positif terhadap pertumbuhan sektor lain, seperti industry galangan dan komponen pendukungnya, industri keuangandan perpajakan,.” Dan yang paling penting, cabotage tidak membatasi investasi asing karena ada pola join venture dalam industry pelayaran maupun seluruh sektor terkait.
Sumber : Bisnis Indonesia